Menulis artikel hukum untuk jurnal akademik tidak hanya membutuhkan pemahaman materi hukum, tetapi juga keterampilan menulis dengan standar ilmiah yang tinggi. Banyak penulis, khususnya pemula, kerap melakukan kesalahan yang justru menurunkan kualitas naskah dan peluang publikasi. Artikel ini membahas beberapa kesalahan umum dalam penulisan artikel jurnal hukum serta langkah yang dapat ditempuh untuk menghindarinya.
Salah satu kesalahan yang paling sering terjadi adalah kurangnya kebaruan atau novelty. Artikel seringkali hanya mengulang pembahasan yang sudah ada tanpa memberikan kontribusi baru. Padahal, setiap jurnal bereputasi selalu menekankan pentingnya unsur kebaruan. Oleh karena itu, penulis perlu melakukan kajian literatur yang mendalam untuk menemukan celah penelitian dan menawarkan analisis atau perspektif baru.
Kesalahan berikutnya adalah struktur artikel yang tidak sistematis. Masih banyak naskah yang tidak mengikuti format baku, seperti abstrak yang tidak mencerminkan isi, metodologi yang ditulis sekilas, atau pembahasan yang terlalu umum. Mengikuti struktur standar—mulai dari abstrak, pendahuluan, metodologi, pembahasan, kesimpulan, hingga daftar pustaka—menunjukkan keseriusan dan profesionalitas penulis.
Metodologi juga sering menjadi titik lemah. Artikel hukum tidak jarang hanya menyebutkan metode penelitian normatif atau empiris tanpa penjelasan lebih lanjut. Padahal, metodologi merupakan dasar validitas penelitian. Penulis perlu menguraikan pendekatan, sumber data, hingga cara analisis secara jelas agar penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, kesalahan sitasi dan referensi juga masih sering ditemukan. Plagiarisme, baik disengaja maupun tidak, bisa langsung menggugurkan naskah. Inkonsistensi gaya sitasi atau ketidaklengkapan sumber juga merusak kualitas tulisan. Penggunaan aplikasi manajemen referensi seperti Mendeley atau Zotero dapat membantu penulis menjaga konsistensi.
Bahasa yang digunakan dalam artikel juga harus diperhatikan. Artikel hukum menuntut penggunaan bahasa akademis yang formal, jelas, dan bebas dari opini personal berlebihan. Kalimat yang terlalu panjang, istilah yang ambigu, atau gaya bahasa populer sebaiknya dihindari. Proses penyuntingan berulang sangat diperlukan untuk memastikan bahasa tetap lugas dan tepat sasaran.
Tidak kalah penting, artikel hukum harus memiliki analisis yang kuat. Artikel deskriptif tanpa analisis kritis akan sulit diterima di jurnal bereputasi. Penulis perlu mengaitkan teori dengan praktik, mengulas putusan pengadilan, atau membandingkan dengan sistem hukum lain agar artikel memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu hukum.
Kesalahan terakhir yang cukup fatal adalah mengabaikan pedoman penulisan jurnal (author guidelines). Setiap jurnal memiliki format dan standar penulisan masing-masing, mulai dari panjang artikel, gaya sitasi, hingga template. Membaca dan mengikuti pedoman dengan teliti akan sangat membantu memperbesar peluang diterimanya artikel.
Pada akhirnya, menulis artikel hukum yang berkualitas memang menuntut ketelitian, disiplin, dan komitmen akademik yang tinggi. Dengan menghindari kesalahan umum di atas, penulis tidak hanya meningkatkan peluang publikasi, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi pengembangan hukum di Indonesia maupun di tingkat global.