Dalam dunia akademik hukum, kekuatan sebuah artikel tidak hanya diukur dari kelengkapan data atau keluasan literatur yang digunakan, melainkan juga dari kualitas argumentasi hukum yang disajikan. Argumentasi hukum menjadi jantung dari sebuah tulisan, karena di dalamnya penulis berusaha meyakinkan pembaca, reviewer, hingga komunitas ilmiah bahwa pandangan atau analisis yang diajukan memiliki dasar yang kuat, logis, dan relevan dengan konteks permasalahan.
Membangun argumentasi hukum yang meyakinkan memerlukan tiga pilar utama. Pertama, landasan normatif yang jelas. Penulis harus mampu merujuk pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta doktrin hukum yang relevan. Landasan ini penting agar analisis tidak bersifat spekulatif, melainkan berakar pada kerangka hukum yang berlaku. Kedua, konsistensi logika hukum. Argumentasi yang baik harus disusun secara runtut, tidak saling bertentangan, dan mampu menjawab isu hukum yang dirumuskan sejak awal. Inkonsistensi hanya akan melemahkan kredibilitas artikel dan menurunkan nilai akademiknya.
Ketiga, kontekstualisasi dengan realitas sosial. Artikel hukum yang meyakinkan tidak boleh berhenti pada level normatif semata, melainkan juga harus menunjukkan relevansi praktisnya. Mengaitkan argumen dengan kasus aktual, praktik peradilan, atau perbandingan dengan sistem hukum lain akan memperkuat daya persuasi artikel. Dalam hal ini, argumentasi hukum berfungsi bukan sekadar untuk “menjelaskan hukum”, tetapi juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran bagi pengembangan hukum di masa depan.
Logika yang konsisten, dan relevansi praktis, sebuah artikel jurnal hukum dapat tampil lebih meyakinkan dan memiliki peluang lebih besar untuk diterima di jurnal terindeks. Lebih dari itu, kualitas argumentasi hukum yang baik juga akan memperkaya wacana akademik, mendorong dialog kritis, serta memberi kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia.